TRIP TO PALEMBANG #part2

25 26 27 28 MARET 2017

SUDIRMAN STREET ART FESTIVAL
           
Izi dapat kabar dari temannya, kalau di jalan Sudirman sedang ada pertunjukan seniman disana. Tanpa membuang waktu lagi, kami segera menuju kesana. Sebenarnya kami sudah melewati jalan ini ketika hendak menuju pasar 26 Ilir, tapi saat itu belum ada pertunjukannya. Menurut Izi, jalanan ini baru beberapa hari diresmikan. Jadi, jalan Sudirman itu dipasangin lampu-lampu yang bergantungan di atas kepala kita. Panjangnya sepanjang jalan trotoar.

 Jalan Sudiman
  
Aksi dari para seniman ini hanya berlangsung ketika malam minggu saja. Di beberapa spot ada seniman yang mempertontonkan keahliannya. Malam ini ada para pemain saxophone, pantomim, orkes mini, pelukis wajah, dan pemain biola. Kita bisa kok foto-foto dengan para artisnya, asal gak mengganggu mereka saja. Selain menikmati pertunjukan seni, aktivitas favorit disini, tentu saja foto-foto. Banyaknya lampu putih yang memanjang di atas kepala kita terlihat seolah jadi sungai cahaya gitu. Bagus.
Beberapa aksi di Sudirman Art Festival


Setelah puas, dan karena hari sudah larut malam, aku juga sudah capek, akhirnya kami pulang ke rumah Izi di Plaju. Besok kami akan pergi ke Pulo Kemaro.

Sebelum pulang, foto dulu sekali lagi.

MONPERA
           
Rencananya sih, kami start jalan pukul 06.00 WIB dengan tujuan utaman stadiun Jakabaring, tapi karena ini hari Minggu, dan magnet di kasur sangat kuat, kami baru bangun pada pukul 08.00 WIB. Jadinya jam 08.30 kami bergerak jalan. Jakabaringnya diskip dulu, langsung aja kita jalan ke Pulau Kemarau.

Monpera sign
           
Ternyata hari ini, kami tidak berdua saja. Izi ternyata mengajak Heru dan Abdus untuk meramaikan trip hari ini. Titik pertemuan kami adalah di Monpera (Monumen Perjuangan Rakyat). Letak Monpera itu dekat dengan benteng Kuto Besar semalam, jadi ya kayak Dejavu gitu. Hari ini sepertinya sedang ada acara deh di lapangan tepi Sungai Musi ini. Buktinya banyak anak sekolahan dengan seragam sekolah yang mondar-mandir disekitar kami.

Monpera

            Kami bertemu dengan Abdus di dekat patung burung Garuda. Tinggal Heru yang belum datang. Izi ngajakin untuk masuk kedalam Monpera, katanya kita bisa naik keatas monumen ini. Yasudah, sambil menunggu Heru, aku, Izi dan Abdus masuk dan naik ke monumen peringatan perang 5 hari 5 malam ini. Untuk masuknya kita dipungut biaya 5ribu rupiah untuk umum, 2 ribu untuk pelajar. Untuk sampai di puncak monumen, kita harus naik tangga setinggi 8 lantai. Luas di dalam monumen ini kecil, kayak Mercusuar gitu, jadi kita menaiki tangga memutar gitu. Cukup leah juga, untung tadi sempat sarapan nasi goreng buatan mamanya izi yang enak itu. Disetiap lantai di monumen ini, dipajang beberapa diorama dan lukisan / gambar dan patung mengenai kepahlawanan Sumatera Selatan. Sayang kondisinya gak sempurna, ada beberapa bagian yang rusak.

Salah satu relief di dalam Monpera 

Sampai juga di puncak menara ini. Pemandangannya bagus. Kita bisa melihat jembatan Ampera, Sungai Musi, dan keadaan sekitar kota Palembang dalam sapuan panorama yang bagus sekali. Keren deh, gak nyesal deh udah capek-capek naik kemari. Harap hati-hati ketika sampai di pucak, karena jalanannya agak menurun gitu dan ada pagar kawat yang mengililingi puncak ini. 

Pemandangan dari pucuk Monpera

SUNGAI MUSI

Untuk pergi ke Pulau Kemaro, kita harus menaiki kapal boat dengan tarif sekitar 100ribuan. Sungai Musi ini termasuk salah satu sungai terlebar yang ada di Indonesia. Kalian bisa bayangin, kapal-kapal besar yang biasanya kalian liat di laut, ini bisa loh belayar di tengah-tengah sungai. Karenanya masyarakat lokal disini kadang menyebut sungai sebagai laut. Jujur aja sih aku juga kagum dengan sungai ini, selama ini ak terbiasa melihat kapal-kapal besar itu ya di laut.eeh ini di sungai ini. Bahkan ada pelabuhan lagi. Pelabuhan air tawar. Masha Allah.

Kapal di atas sungai Musi. 

Haloo..

Berkendara dengan kapal di sungai yang besar memberikan sensasi sendiri. Ombak permukaan air dipengaruhi oleh kecepatan angin dan kecepatan kapal lain yang lewat. Jadi setiap ada kapal lain yang kelajuannya lebih cepat dari kapal kita, siap-siap deh ya, kapal yang kita tumpangin akan ikutan goyang juga.

Naik boat membelah sungai Musi.

Objek wisata di sepanjang sungai Musi ini ada dua yang umum, yang pertama Pulau Kemaro dan yang kedua adalah kampung arab Al-Munawir. Pulau Kemaru letaknya paling jauhm jadi kita kesana aja dulu, pulangnya baru ke Al-Munawir. Tips untuk menyewa perahu ataupun speedboat disini. Pastikan kesepakatan kalian dengan abang kapalnya beneran jelas diawal. Katakan dengan jelas rute yang kita inginin diawal, apakah hanya sampai Pulau Kemaro atau ikut Al-Munawir juga. Jika tidak jelas, tukang kapal disini suka meminta biaya ekstra saat ditengah perjalanan, kan nyebelin kalo begitu.

pemandangan dari tengah Sungai Musi.

Pulang-pulang udah ujan.


PULAU KEMARAU

Konon katanya, pulau ini gak pernah banjir sekalipun ada banjir bandang yang melanda kota Palembang. Walapun diseberang pulau ini lagi banjir, pulau ini tetap kering, makanya itu pulau ini dinamakan pulau Kemaro. Sebenarnya agak gak nyambung sih dengan legenda yang ada di tengah pulau ini dengan nama pulau ini. Cerita legenda yang ada di pulau ini bisa kalian baca di prasasti di bawah ini.

Legenda Pulau Kemaro.


Luas pulau ini aku gak tau seberapa, tapi gak terlalu luas dan gak terlalu kecil juga, masih bisa ditempuh dengan jalan kaki kok bila kita mengikuti track yang telah ada. Begitu sampai gerbang pulau, maka kita akan melihat bangunan merah dengan gaya arsitektur Tiongkok, kokoh berdiri diantara tegaknya hijaunya pohon-pohon yang mengelilingi pulau ini. Bangunan tersebut adalah vihara. Pertama-tama tentu saja foto-foto dong, tapi ingat dengan norma kesopanan yang ada ya.


Vihara di Pulau Kemaro

Pagoda besar dan tinggi menjulang tinggi dibelakang Vihara utama ini. Pagoda inilah yang menjadi point of interest sejauh mata memandang. Besar bro. Akhirnya bisa melihat langsung pagoda yang besar dan tinggi kayak di sinetron Kera Sakti waktu aku SD dulu. Jangan lupa foto disini ya keren bro. Lanjut lagi, disini ada yang disebut pohon cinta. Untuk mengetahui yang mana pohon cinta, cari saja pohon besar yang dikelilingi oleh seng. Aku penasaran apa yang ada di balik seng ini. Ternyata hanya semak biasa, Cuma ada tanaman simbang dara disana yang memberika corak warna ungu diantara warna hijau.

Pagoda

kondisi dalam pohon Cinta

Sayang sekali gerimis mulai turun di langit Palembang, kami pun segera kembali ke kapal untuk menuju kampung arab Al-Munawir, setelah puas foto-foto disini. Jujur ya, selama perjalanan dikapal, aku kebanyakan diam saja menikmati pemandangan yang sangat jarang aku dapatkan ini. Maaf ya Izi, Heru, dan Abdus, aku kurang menimpali bahan obroan kalian. Hujan semakin lebat, kapal kami tidak memiliki terpal di sampingnya, jadi kami masih bisa terkena cipratan hujan yang terbawa angin.

Langit menggelap.

Bersambung ke part 3. jangan lupa baca juga yang part 1 yaaa..

Comments

Popular posts from this blog

Mari Mengenal Tanaman hias : Ruellia malacosperma, si Kencana ungu yang bisa hidup di mana aja. Kok bisa??

Mari Mengenal Tanaman hias : Turnera ulmifolia atau lebih akrab disebut kembang pukul 8. Looh, kok bisa?

REUNI DI SINGAPORE