RAMAH TAMAH PEMUDA INDONESIA SEBAGAI DUTA INDONESIA



RAMAH TAMAH PEMUDA INDONESIA SEBAGAI DUTA INDONESIA
Muhammad Agusman Lubis
Bismillahirrohmanirroohim..
Apa yang kita ketahui tentang Indonesia? Kekayaan alam yang melimpah, orangnya yang ramah, tsunami, gempa bumi, rendang, batik, angklung, surga dunia, Bali. Jawaban-jawaban tadi adalah sebagian besar jawaban yang aku terima saat menanyakan Indonesia kepada beberapa teman asingku di Facebook. Walaupun aku tidak tau mereka, tapi aku suka menambahkan teman dari benua lain hanya untuk sekedar tau bagaimana cerita dan kedaan di negara mereka. Biasanya, hal pertama yang ditanyakan saat kita melakukan aktivitas perkenalan dengan mereka di media sosial adalah menanyakan asal kita dari mana. Saat ku jawab Indonesia, rata-rata mereka hanya menjawab “oohh..” lantas aku tanya kembali, apakah kamu ketahui tentang Indonesia? Rata-rata jawaban mereka adalah seperti kalimat diatas tadi. Lantas saat aku tanya apakah dia pernah ke Indonesia? Sebagian besar jawabanya adalah Belum. Tempat mana yang ingin sekali kau kunjungi jika kau berkesempatan ke Indonesia? Tanyaku lagi, Bali adalah jawaban terbanyak yang kuperoleh.
Aku tidak heran jika banyak warga asing yang mengidolakan Bali sebagai destinasi favorit mereka jika ke Indonesia, yang menjadi pertanyaanku adalah dari begitu banyak tempat di Indonesia mengapa hanya Bali yang terekspose ke dunia luar? Apakah mereka tidak tau tentang keindahan hutan hujan tropis Pulau Mursala yang menjadi lokasi syuting film King Kong pertama? Apakah mereka tidak ingin merasakan mengarungi sungai-sungai pedalaman Kalimantan yang sempat menjadi latar belakang film Anaconda?
Banyak tempat di Indonesia yang tidak kalah menawan keindahannya seperti yang ditawarkan oleh Bali, tetapi promosi yang ada hingga saat ini belum mampu untuk membujuk warga asing ataupun warga domestik untuk berkunjung keliling Indonesia. Atau mungkin Indonesia sendiri bingung mau mengeskplore yang mana dari begitu banyak potensi wisata yang ada? Mungkin. Mungkin pemenrintah Indonesia sendiri bingung untuk mempromosikannya karena begitu banyaknya potensi wisata dan budaya yang menarik di Indonesia. Atau mungkin pemerintah tidak mengenali potensi dari negara sendiri? Entahlah.
Sebagai anak yang lahir di Indonesia, tentu kita harus bangga dapat dilahirkan di negeri ini. Betapa tidak, negara yang terdiri dari lebih 17 ribu pulau ini memiliki kekayaan alam dan budaya yang memesona. Sudah menjadi kewajiban kita pula lah untuk membantu pemerintah mempromosikan budaya yang ada di Indonesia dari pada hanya menyalahkan pemerintah yang sedang sibuk dengan urusannya sendiri. Menjawab pertanyaanku sendiri, sempat terpikir olehku bagaimana jika strategi promosi budaya Indonesia melibatkan seluruh peran pemuda yang ada di Indonesia, baik itu pemuda yang ada di dalam negri maupun luar negri, baik mereka yang sedang bekerja ataupun sedang belajar bahkan yang sekedar berjalan-jalan.
Contoh kasus, aku memiliki beberapa teman yang aktif dalam kegiatan konferensi keilmuan di luar negri. Salah satunya adalah Dea. Kali ini Dea bersama temanya berkesempatan untuk datang menghadiri konferensi keilmuan di Roma, Italia. Setelah melalui proses yang panjang diawal keberangkatannya, akhirnya Dea berhasil mendarat di Roma. Dea akan mengikuti konferensi itu selama seminggu dan selama disana dia berkesempatan untuk menginap di kantor Kedutaan Besar Indonesia Italia. Padaku Dea bercerita, awalnya dia sulit mencari teman selama disana, namun karena ia memiliki sifat yang menyenangkan dan  ramah akhirnya dia mendapatkan beberapa teman yang berasal dari negara lain. Selama seminggu bergaul disana, ia mengaku ada salah seorang warga negara asing yang selalu sinis memandanginya sebut saja namanya Ogi. Ia tidak ambil pusing dan tetap fokus melanjutkan konferensi tersebut. Saat konferensi selesai dan harus pulang ke Indonesia, ternyata Dea telah menyiapkan beberapa oleh-oleh yang dibawanya dari Indonesia. Oleh-oleh tersebut rencananya akan diberikan pada beberapa teman yang dekat padanya selama konferensi berlangsung. Saat semua teman telah mendapat hadiah darinya. Dea masih memilki satu oleh-oleh lagi. Saat itu ia melihat Ogi, dan dengan tenang Dea memberikan hadiah sekaligus farewell gift tersebut ke Ogi. Awalnya Ogi menolak, tetapi setelah menjelaskan maksudnya, Ogi menerima dan merasa malu kepada Dea.
Satu langkah sederhana dalam mempromosikan budaya Indonesia telah dilakukan oleh Dea, ia tidak perlu menghabiskan tenaga hanya untuk mempromosikan daerah-daerah di Indonesia. Cukup dengan hadiah yang dibelinya dari Jogja, Dea berhasil mempromosikan sebagian budaya yang ada di Jogjakarta. Kebetulan hadiah yang diberikan Dea adalah gantungan kunci dengan ukiran khas Jogjarkata. Sepengetahuanku, orang luar memiliki rasa keingintahuan yang tinggi, siapa tau salah satu temannya tersebut penasaran dengan ukiran tersebut. Dea hanya cukup menjawab ukiran tersebut berasal dari Jogjakarta, lalu biarkan teman bulenya yang mencari tau sendiri mengenai Jogjakarta melalui internet.
Dari kisah Dea tersebut kita dapat belajar, bahwa setiap orang yang berada diluar Indonesia, mereka harus bisa memposisikan diri mereka sebagai duta Indonesia, berperilaku dan berkata juga harus dapat mewakili Indonesia.
Mungkin sikap ini dapat diajarkan pada seluruh calon tenaga kerja asal Indonesia yang akan bekerja diluar negri. Selain diajarkan mengenai keahlian tertentu, sebaiknya mereka juga diajarkan bagaimana cara bersikap dan bertutur kata sebagai warga negara Indonesia yang ramah, agar dapat mendapat hati dan mendapat banyak teman selama berada disana. Setelah mereka memiliki teman, tentu mereka akan bercerita mengenai kampung halamannya masing-masing. Setauku, kebanyakan tenaga kerja Indonesia berasal dari daerah pedesaan, bukan kota besar. Dari cerita-cerita tersebut, secara tidak langsung mereka telah mempromosikan daerah asal mereka yang berada di Indonesia.
Ternyata banyak juga wisatawan asing yang datang ke Indonesia karena mendengar “promosi” dari temannya yang berasal dari Indonesia. Seperti James warga negar asal Belanda yang kutemui saat aku berada di Taman Nasional Ujung Kulon beberapa waktu lalu. Saat ku tanya mengapa James kemari, dia menjawab hanya untuk sekedar jalan-jalan, ia penasaran dengan TNUK karena temannya yang berasal dari Jawa Barat selalu membujuknya untuk datang ke Indonesia.
Keramah-tamahan warga Indonesia dinegri asing juga menjadi salah satu promosi budaya Indonesia yang cukup ampuh. Selain Dea aku juga memiliki teman lain yang juga aktif menghadiri konferensi ilmiah di luar negri. Namanya adalah Ninis. Dari Ninis aku belajar bahwa mempertahankan bahasa Indonesia dan mengajarkannya pada wisatawan asing menjadi hal yang menyenangkan bagi mereka, karena bagi mereka bisa mengucapkan sepatah kata dalam bahasa Indonesia berarti menghormati tanah tempat mereka berdiri, walaupun hanya sekedar kalimat “terima kasih” atau “nama saya ...”. Selain itu Ninis juga punya cara lain untuk mempromosikan budaya Indonesia, yaitu dengan membuat seragam batik untuk dikenakan saat mengahadiri konferensi berlangsung. Saat menghadiri konferensi di Thailand, Ninis dan timnya rela mengeluarkan uang untuk membuat seragam dari kain batik. Disaat peserta konferensi lain menggunakan pakaian formal dengan bahan dasar kain polos, Ninis dan tim tampil berbeda, masih dalam suasana formal tetapi tetap mencirikan Indonesia. Dari pakaian, mereka mendapat banyak kenalan dan rata-rata ingin mengunjungi Indonesia. Ninis juga tidak lupa membagikan farewell gift kepada beberapa teman Thailand barunya, hasilnya beberapa temannya tertarik dan ingin menjumpai Ninis di Indonesia.
Satu cara yang efektif menurutku dalam mempromosikan budaya Indonesia yaitu tetap menjaga keramah-tamahan warga Indonesia. Dari kasus Dea dan Ninis kita dapat belajar, hanya dengan berbagi senyum dan sedikit buah tangan dari Indonesia sudah membuat mereka senang dan menghormati kita. Kenapa? karena kebiasan kita yang saling menyapa dan tegur sapa disini ternyata menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan asing. Kebiasaan sepele kita tersebut dianggap sebuah tradisi unik yang tidak pernah mereka dapatkan di negara asalnya, karena kebiasaan mereka yang hidup secara indvidual dan penuh kompetitif.
Selain menanamkan rasa nasionalisme dan menjaga sikap ramah-taman sedari dini, alangkah baiknya jika pemerintah daerah maupun pusat membenahi infrastruktur pariwisata yang ada di Indonesia. Jangan sampai wisatawan asing yang sudah mengorbankan harta dan waktunya untuk datang ke Indonesia menjadi kecewa dan merasa kapok untuk datang ke Indonesia. Jangan sampai kemeriahan promosi yang dilakukan tidak diikuti dengan kesiapan warga lokal untuk menerima wisatawan asing, sehingga warga lokal bersikap kurang ajar bahkan bersikap memusuhi para wisatawan. Hal ini perlu diwaspadai karena bisa saja wisatawasan asing tersebut melarang sanak saudaranya untuk datang ke Indonesia. Jika mereka kecewa karena masalah infrastruktur yang ada, hal ini masih bisa diatasi, tetapi berbeda halnya jika mereka sudah takut dengan warga lokal akibat pengalaman buruk yang ditimpa. Jangan sampai keramah-tamahan warga Indonesia yang telah termasyhur menjadi hilang dan tercoreng karena ketidaksiapan masyarakat lokal menyambut tamu-tamu internasional.

Comments

Popular posts from this blog

Mari Mengenal Tanaman hias : Ruellia malacosperma, si Kencana ungu yang bisa hidup di mana aja. Kok bisa??

Mari Mengenal Tanaman hias : Turnera ulmifolia atau lebih akrab disebut kembang pukul 8. Looh, kok bisa?

REUNI DI SINGAPORE