Liburan ke Singapore (?)

Kali ini aku akan cerita mengenai minggu terpadat yang kualami selama minggu lalu. Jadi pada tanggal 3 Maret 2016, pukul 16.16 WIB aku mendapat telpon dari Pak Edy, bosku. Beliau bertanya padaku apakah aku memiliki paspor yang aktif atau tidak. Aku jawab ada. Langsung Pak Edy memintaku untuk segera bersiap-siap baju untuk tugas ke Singapore selama 10 hari. Kaget dan bingung pasti, Aku kaget karena ini terlalu tiba-tiba dan bingung karena gak tau mau ngapain disana. Kata Pak Edy sore ini pukul 17.17 aku harus ikut kapal ferry ke Singapore bersama Pak Yudi dan Pak Ingnas. Setelah semuanya oke, aku bergegas kembali ke dorm untuk segera packing. Sekali lagi aku gak tw harus bawa apa untuk bertahan selama 10 hari disana. Kata Pak Edy, disana aku akan jadi relawan pemakaman dari ibu bos-bos-bosku lagi. Our Big Boss lah. Pemakaman ibu Lie Kien Nio (ibunda dari Pak Antony Salim bos Salim Group). Oke dipikiranku aku bakalan kerja seperti panitia layaknya acara-acara dikampus dahulu, yang jadi pertanyaanku adalah, pakaian. Aku hanya memiliki satu pakaian putih, sedangkan disana harus bertugas selama 10 hari dengan pakaian putih, itu berarti selama 10 hari, aku akan menggunakan pakaian kemeja putih yang sama. Untung aku punya kaos dalam yang banyak, jadi walaupun luarnya sama, yang penting dalamnya tetap bisa diganti-ganti.
Pak Edy terus-terusan nelpon aku, untuk memastikan aku berangkat atau tidak, saat di dorm lagi packing ditelpon, mau jalan ke BBT di telpon, di BBT pun aku di telpon. Satu lagi yang jadi pikiranku adalah aku tidak memegang uang dolar Singapore sama sekali waktu itu untuk pegangan. Untungnya ada Bang Bob yang berbaik hati yang mau meminjamkan uang dolar Singaporenya untukku. Ingat Minjem ya, jadi aku harus menahan gejolak belanja setiba disana nanti. Emang bisa belanja?
Sampai BBT aku langsung menemui Pak Yudi di ruang VIP. Aku gak tau apa yang harus aku lakukan, yang aku punya hanya paspor kosong, tiket juga belum punya. Untung pelayanan VIP BBT ini oke, aku diarahin dan diberi petunjuk tentang formulir yang harus diisi dan Taraaa.. tiket sudah ditangan dan paspor juga sudah di cap imigrasi. Ini adalah pengalaman pertama aku keluar negri.
Pukul 19.00 Waktu Singapore kami tiba di pelabuhan Tanah Merah di Singapore. Wow.. akhirnya aku bisa ke Singapore juga. Aku pikir masuk Singapore bakalan lancar-lancar saja, karena sudah bebas visa, tetapi cukup deg2an juga saat ditanya ngapain aku keSG, ku jawab untuk bekerja. Trus petugasnya bilang, kamu gak bisa kerja di SG,, jadi kamu mau ngapain kesini selama 10 hari? Aku down, karena gak tw harus jawab apa.Untung ada Pak Yudi yang bantu jawab, jadi selamat. Karena ini adalah kali pertama aku ke Singapore, data finger printku belum ada di database mereka, sehingga aku harus ikut dulu kekantor Imigrasi mereka untuk di data. Awalnya aku takut juga, tapi setelah melihat situasi ternyata hanya proses input data doang, akupun lebih berani dan akhirnya aku bisa masuk Singapore.
Segera setelah keluar pelabuhan Tanah Merah, aku yang gak tau mau kemana ini hanya bisa mengikuti kemana arah Pak Yudi ataupun Pak Ignas pergi, kami akan menuju Mt.Vernoun, sebuah kompleks rumah duka sewaan di Singapore (sepenglihatanku). Untuk menuju kesana, kami akan menggunakan taksi. Melihat cara Singaporian mengorder taksi aku takjub, mereka begitu tertib. Ada jalur khusus bagi calon penumpang taksi yang akan menggunakan taksi umum, di jalur ini mereka harus antri untuk dapat naik taksi, diseberangnya ada jalur untuk mereka yang memesan taksi, jadi tidak terjadi penumpukan penumpang. Taksi-taksi disini pun dilengkapi dengan lampu penanda diatasnya, apakah dia taksi umum atau taksi yang sedang dipesan orang. Rapi.
Setelah mengantri beberapa menit, akhirnya tiba giliran kami untuk naik taksi umum. Aku begitu semangat, karena ini adalah kali pertama aku kesini dan ingin membuktikan sendiri tentang kerapian Singapore yang sering diceritakan orang-orang.
            Singapore memang berbeda jauh dengan Indonesia. Malam hari, jalanan singapore sepi, tidak macet. Jalanan lebar-lebar, bersih, tidak ada sampah. Kiri kanan jalan selalu ada tanaman hias jalan. Jalanan yang menuju daerah Tanah Merah, median jalanya ditumbuhi dengan bougenvil yang berbunga serempak. Hebat. Aku saja yang kebetulan dapat tugas untuk merawat tanaman dikantorku kesulitan untuk menyerempakkan tanaman bougenvil.
            Awalnya kami akan langsung menuju hotel di Orchard Road, tapi sesuai instruksi Pak Adit, kami harus menuju Mt.Vernoun dulu untu koordinasi dengan panitia yang telah lebih dulu tiba. Jadilah aku hanya mengagumi  lanskap malam kota Singapore dari balik kaca taksi. Pengen deh suatu saat nanti bikin seperti ini di Indonesia.

Mt.Vernoun.
            Ini di Singapore, jadi provider komunikasi jadi sedikit hambatan. Saat masih ditaksi, kami gak tau mau diturunkan dimana. Ternyata Mt.Vernoun itu luas juga, Pak Adit bilang kami harus ke bangunan yang ada tenda dengan mobil truk didepanya. Awal masuk Mt.Vernoun kami sudah liat ada bangunan dengan ciri-ciri yang dimaksud, kami turun dan ternyata salah dong. Lalu Pak Ignas dan Pak Yudi pergi jalan kaki untuk mencari gedung yang dimaksud. Ternyata gedung yang dimaksud ada di bawah dan itu besar sekali. Ukuran tendanya 5x lebih besar dan lebar dari tenda yang kami awal temui. Sudahlah, kami jalan kaki menuju kesana dan ternyata kami berjalan dengan arah yang memutar.
            Sampai di ruang kesektariatan, aku sempat shock, bingung gak tau harus ngapaian, karena tidak ada orang yang aku kenal selain pegawai BRC. Belakangan au baru tau, kalo yang datang kemari adalah para petinggi-petinggi di perusahaannya masing-masing. Jadi selama 7-10 hari kedepan, aku akan bergaul dengan para petinggi nih. Maklum karena ini acara penghormatan kepada pendiri grup, jadi setiap perusahaan yang berada dalam satu grup (Salim Group) mengirimkan karyawannya untuk jadi volunteer. Gak tanggung-tanggug yang datang jadi volunteer adalah pegawai dengan level-level top. Nah aku jika dibandingkan dengan mereka bagai butiran nastar dalam toples lebarannya. Untungnya disana aku melihat Helsa, temen di BRC, setidaknya aku tidak merasa sendiri. Walaupun jabatan Helsa jauh diatas aku, tapi anaknya baik kok, ramah dan asik diajak becanda, jadilah dia  menjadi temen jalan-jalan dan temen makan selama di Singapore.
            Kami sampai Mt.Vernoun sekitar pukul 21.00 waktu Singapore. Perut sudah lapar, dan haus. Untungnya panitia yang datang lebih awal telah mempersiapkan semuanya, kamipun disuruh makan dan minum. Nah ini juga yang aku tunggu, menikmati makanan di Singapore. Malam itu kami makan malam dengan nasi. Aku sih bilangnya ini nasi Briani, nasih dengan kuah gulai dan daging kambing atau dagin ayam. Porsinya besar. Satu bungkus cukup untuk dua orang. Mengenasi rasa, aku kurang begitu suka, karena rasanya kurang nendang bagiku.
            Usai makan langsung deh pembagian tugas. Aku ditugaskan untuk membantu Pak Ucok Harahap (karyawan BMW) untuk mengatur dan menerima karangan bunga duka cita. Pak Ignas ditugaskan untuk menerima dan mengatur mobilitas para tamu di Hotel Mandari. Pak Yudi ditugaskan untu membantu Pak Ronnie dalam urusan transportasi.
            Oke, aku berada di tim bunga, menerima karangan bunga. Dalam bayanganku karangan bunganya pasti samalah dengan karangan bunga yang ada di Indonesia, bungan-bunga plastik yang dbentuk menjadi kalimat lalu ditempel di papan.

Volunteer.
            Tugasku selama 7 hari disini adalah menjadi bagian dari Tim Kembang. Yup 7 hari, bukan 10 hari, setelah dikonfirmasi lagi, kami semua sudah bisa pulang pada hari Jumat depan. Tim Kembang bertugas untuk menerima dan meletakkan karangan bunga dari pelayat ataupun kolega-kolega bisnis. Tim ini juga harus mencatat pengirim dan ditujukan kepada siapa bunga-bunga belangsukawa tersebut dikirim. Mengatur posisi dan letak kembang sesuai dengan pengirimnya, puncaknya pada malam sebelum pemakaman, sebagian kembang-kembang ini harus dibawa ke lokasi pemakaman untuk menjadi bagian dekorasi pemakaman.


Penuh bunga-bunga
            Kerjaannya terlihat mudah bukan, tapi ternyata capeek broo. Bunga belasungkawa datangnya banyak banget, gak ada habis-habisnya berdatangan, belum selesai kita mencatat data pengirimnya, datang lagi bunga yang lain. Paling buat ribet itu kalo nama pengirim ditulis dalam bahasa Mandarin. Ribet untuk menterjemahkannya. Hal ini gak bisa dikosongin karena nanti pasti ada beberapa tamu yang nanya, bunga kirimannya diletakkan dimana. Untung saja Pak Ucok punya ide untuk mengklasterifikasi tempat-tempat bunga, dibuat blok-blok, daerah ini blok A daerah ini blok B, sehingga jika ditanya kami tinggal melihat data dan langsung mencari bunga tersebut berdasarkan bloknya. Ini semua berkat pengalaman Pak Ucok dulu saat pemakaman Om Liem.


suasana ruang duka.

Bunga-bunga belasungkawa yang dikirim adalah bunga asli yang dirangkai sangat cantik. Bukan bunga plastik seperti di Indonesia. Ukurannya mungil-mungil tapi harganya lumayan mahal. Kisaran harganya 200-500 USG. Bunga yang dikirim banyak sekali. Menurut data terakhir, total bunga yang diterima ada sekitar 740 lebih rangkaian bunga. Semua toko bunga di Singapore pada minggu ini mereka panen besar, karena kebanjiran orderan sampai-sampai ada satu hari kami tidak menerima bunga dukacita dikarenakan stok bunga habis.


Selfie dulu lah ya.
            Melihat data pengirim bunganya, aku kagum dengan keluarga Salim. Koleganya berasal dari kalangan orang penting semua, sampai-sampai Presiden RI juga turut mengirimkan rangkaian bunga, lalu pejabat-pejabat dari negara Tiongkok juga pada mengirimkan bunga, bahkan mereka datang secara rombongan hanya untuk memberikan penghormatan pada Mdm Liem Kien Nio. Pada kesempatan ini juga, aku berkesempatan untuk melihat secara langsung beberapa tokoh penting di Indonesia tanpa pengawalan yang ketat seperti Pak Prabowo, Pak Wiranto, Ibu Rini Sumarno, Pak Maruar Sirait, Pak Anis Matta, Pak Ibas Yudhoyono, Pak Akbar Tanjung dll. Hal ini menjadi salah satu hal yang aku syukuri karena biasanya mereka hanya bisa aku liat di televisi.
            Kurang tidur. Ini yang kami volunteer rasakan selama berkegiatan disini. Kegiatan kami dimulai dari pukul 08.00 dan baru bisa kembali ke hotel pada pukul 00.00. Jadi tidak ada kesempatan jalan-jalan. Aku sendiri hanya bisa menikmati dan mengamati kota Singapore malam hari atau gak pagi-pagi sekali ketika dalam perjalanan menuju Mt.Vernoun. Bahkan untuk sekedar jalan santai disepanjang Orchard Road tidak bisa kulakukan karena kecapean. Aku salut dengan beberapa bapak-bapak disini, karena mereka sanggup untuk singgah ke club malam saat balik ke hotel dan beraktivitas kembali esok paginya. Salut. Aku belum sampai pada tingkat ketahanan itu.

Thank You Dinner dan Mustafa.
            Hari Kamis, 10 Maret 2016 adalah puncak dari prosesi pemakaman ini, Hari inilah Madam akan dikebumikan. Kami dari Tim Kembang, segera meluncur ke lokasi pemakaman di (aku lupa namanya) tidak kerumah duka lagi. Sesampai di tempat kami semua kaget, karena tenda dan lantai belum selesai di set-up. Kami tentu saja tidak bisa melanjutkan menghias karena set-upnya belum selesai. Pada kondisi ini mulai banyak perintah-perintah dari bos bayangan. Ini salah satu hal yang tidak aku suka dari kegiatan ini. Banyaknya orang yang memerintah, padahal mereka bukan berkapasitas untuk memerintah pada situasi ini. Mereka terbawa kebiasaan diperusahaannya. Padahal dari awal sudah ditunjuk siapa-siapa saja yang bertanggung jawab.
            Pukul 10.00 waktu Singapore, veneu acara masih belum selesai di set-up. Daripada keteteran diakhir, Pak Ucok memutuskan untuk mulai mencicil kerjaan yang bisa dicicil, setiap bagian venue yang selesai diset-up langsung dihias dengan kembang, begitu seterusnya, ada yang menghias ada yang merapikan kursi ada yang menyapu. Semua berjalan sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Alhasil begitu venue selesai di set-up tim dekorasi juga selesai menyelesaikan pekerjaannya. Benar-benar last minute, tapi aku malah suka karena menurutku ini keren sekali. Pukul 11.00 rangkaian doa-doa untuk prosesi pemakaman dimulai, kami para volunteer langsung melipir kebelakang venue untuk istirahat dan melihat rangkaian acara. Ini pertama kalinya bagiku untuk melihat kegiatan seperti ini. Makanya aku sangat antusias melihatnya, walaupun capek. Udara saat itu panas sekali, tapi panitia telah menyiapkan minuman dingin yang menjadi oasis bagi kami.


Suasana proses pemakaman.

            Setelah madam dikebumikan, prosesi selanjutnya adalah pembakaran hantaran (aku menyebutnya seperti itu, gak tw namanya). Jadi hantaran ini terbuat dari kayu dan plastik, bentuknya macam-macam, ada bentuk apartemen, pesawat, mobil, dan uang kertas yang disebar mengelilingi paket hantaran tersebut. Dengar dengar, hantaran ini dibuat melambangkan kekayaan almarhum, dibakar sebagai media transportasi untuk mengantar arwah menuju nirwana. IMHO. CMIW. Pokonya hantarannya mewah banget. 


Ini hantaran yang kumaksud

Selesai acara, semua tamu diberi bingkisan untuk dibawa pulang sebagai bentuk terima kasih keluarga karena sudah mau ikut mendoakan. Kami para volunteer juga kebagian dong, isi bingkisannya itu ada kue-kue, air minum, handuk Good Moring yang ori, dan jeruk. Bagi sebagian orang Tiongkok, mereka mempercayai bahwa segala sesuatu benda yang ada di pemakaman, lebih baik tidak dibawa pulang karena takut sial, tapi bagiku dan Helsa, ini adalah rejeki, jadinya aku dan Helsa pungutin deh tuh handuk, paper bag, kue-kue yang layak konsumsi untuk dibawa ke hotel. Kuenya soalnya enak, kue dari hotel bintang lima gitu. Hahahahaha..

Oleh -oleh buat para tamu.

           Selesai kegiatan pemakaman, acara selanjutnya adalah “thank you dinner” yang diadain di hotel Mandarin, tapi itu juga masih lama, acaranya mulai jam 19.00. Sembari menunggu kami volunteer memutuskan untuk kembali ke hotel, istirahat. Ini adalah perjalanan pulang ke hotel yang menenangkan buatku, karena rasanya tugas-tugas sudah selesai, dan waktunya menikmati kota Singapore dengan perasaan tenang dan damai. Perjalanan menuju hotel kami memakan waktu sekitar 1,5 jam. Sepanjang perjalanan, aku mengucap syukur dalam hati, karena diberi kesempatan emas ini. Kesempatan untuk jalan-jalan di Singapore dengan menggunakan mobil mewah. Kapan lagi coba.. Pengguna mobil di Singapore relatif sedikit karena pajak dan biaya parkir yang mahal, nah ini aku naik mobil mewah, gratis pula. Alhamdulillah.
            Sampai hotel, perut kami kelaparan karena inget belum makan siang. Biasanya sih kalo makan tinggal datang ke meja makan, pilih menu yang disuka lalu santap. Nah karena sekarang acara sudah selesai, maka kehidupan pun kembali berangsur-angsur back to basic. Sepanjang perjalanan menuju hotel tadi, hujan turun membasahi Singapore. Topik pembicaraan kami pun gak jauh seputaran makanan, hujan-hujan gini enaknya ya Indomie rebus. Begitu lah asal muasal akhirnya aku dan Helsa memesan mie megi rebus di foodcourt yang ada di depan hotel. Katanya sih ini Indomienya Singapore. Dalam bayanganku mie megi ini bakalan enak seperti Indomie lah, ternyataa.. rasanya gak banget. Kuahnya kebanyakan bumbu kari, sehingga warna kuahnya jadi orange kemerah-merahan. Pokoknya jauh lebih enak Indomie kemana-mana deh. Helsa pun setuju dengan pendapat tersebut. Usai makan dengan perasaan kecewa, kami balik ke hotel untuk istirahat. Sebelum kembali ke kamar, aku dan helsa jalan dulu ke rooftop hotel, yaa mau liat keadaan lah sambil refreshing. Sampai rooftop pemandangannya biasa aja, ada kolam renang kecil. Dari sini kami bisa melihat Hotel Mandarin dan dari kejauhan juga keliatan gedung Marina Bay yang ikonik itu. Foto-foto sebentar lalu balik ke kamar masing-masing.

Pemandangan dari atas hotel.

Kolam renang hotel.

selfie dulu lah ya.

            Pukul 19.00 tim PT.BRC (tanpa pak Wahab dan pak Ignas) meluncur ke hotel Mandarin. Sampai di hotel, awalnya aku agak kaget dan ngerasa gak PD karena salah kostum. Dalam tradisi orang Tiongkok, apabila acara pemakaman atau kremasi telah selesai, maka anggota keluarga yang ditinggalkan disarankan menggunakan baju warna merah. Lambang suka cita dan kegembiraan, karena masa dukanya sudah lewat. Warna merah melambangkan harapan, dan semangat baru untuk memulai hidup baru setelah ditinggalkan. Nah kami tidak tau, karena tidak ada koordinasi sebelumnya, aku sendiri pada saat itu menggunakan kemeja batik warna dasar coklat. Satu-satunya yang menggunakan pakaian warna merah adalah Helsa, dia diberitahu ibu Netty. Berhubung Pak Adit tidak memakai pakaian warna merah, aku kembali PD-PD aja dan bersiap untuk makan.

Dinner Time.

            Rombongan kami pun jalan ke agak ujung ruangan, karena disana ada meja kosong. Aku pikir malam ini dinnernya kayak dinner biasa dengan sistem prasmanan. Ternyata WOW! Dinner kali ini adalah Chinesse Dinner Style. Dinner diawali dengan makan salad, setelah hidangan pertama selesai, maka pelayan akan mengambil piring dan makanan tersebut untuk diganti dengan piring baru dan menu berikutnya. Begitu seterusnya sampai pada menu terakhir. Total ada 7 menu yang dihidangkan. Mulai dari sayur, ikan, daging, seafood semua dihidangkan dalam 7 menu tersebut. Jangan berharap ada nasi, karena nasi akan dikeluarkan sebagai hidangan penutup. Itupun nasi goreng. Malam inipun aku bersyukur karena bisa berkesempatan mengikuti Chinesse Dinner Style ini secara gratis. Aku yang hanya mengetahui sedikit ilmu tentang table manner awalnya agak canggung, tapi lama kelamaan aku bisa mengikuti alur makan kali ini.

Peralatan makan malam

            Karena judul dari dinner ini adalah Thank You Dinner, ditengah-tengah menyantap makanan, perwakilan keluarga maju ke podium untuk menyampaikn rasa terima kasihnya kepada seluruh volunteer dan tamu jauh yang telah hadir. Kemudian ada juga penyampaian kesan terhadap almarhumah dan diceritakan sedikit mengenai kisah hidup almarhumah. Suasana begitu haru. Pak Anthony Salim pun jalan mengelilingi ruangan untuk bersalaman kepada semua tamu termasuk aku. Sangat ramah.


Foto bersama Pak Anthoni Salim

Selesai makan, acaranya selanjutnya adalah acara bebas. Sebagian tamu ada yang pulang, sebagian lagi ada yang foto-foto bersama para sahabat dan kolega. Aku dan Helsa pun gak mau tinggal diam, dibantu Pak Adit kami bisa berfoto bersama Axton dan Alston Salim, anak dari pak Anthony Salim. Our next Big Boss. Selain foto bersama Axton dan Alston, kami pun berkeliling mencari volunteer lain untuk menyampaikan salam perpisahan dan terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama seminggu disini. Every Hello has a Good Bye kan..


Foto bersama Axton. (Aku-Axton-Helsa)

            Puas foto-foto, sebelum ke hotel Pak Yudi mengajak aku dan Helsa untuk pergi ke Mustafa. Pak Yudi mau belanja. Nah kami berdua saat itu tidak memiliki uang sama sekalipun meng-iyakan ajakan pak Yudi. Sekedar cuci mata saja, Ternyata kami berdua dapat uang saku dari perusahaan. Besarnya lumayan lah untuk bisa beli oleh-oleh. Kami pun semangat untuk pergi ke Mustafa, pasar Glodoknya Singapore.

Mustafa
            Untuk pertama kalinya akhirnya aku bisa juga bener-bener jalan-jalan di Singapore. Tujuan berikutnya adalah ke Mustafa. Mustafa terletak di dekat daerah little India yang ada di Singapore. Daerah little India ini kondisinya berbeda jauh dengan daerah Orchard. Disini bangunan dan orang-orangya bener-bener identik dengan India. You will be feel that you are not in Singapore anymore when you are in Little India. Begitu kata Matthew driver kami. Banyak bangunan tua yang masih berdiri di daerah sini. Menurut penuturan Matthew pemerintah memang menjaga sekali bentuk asli bangunan yang ada disini karena mereka adalah harta karun. Terserah si pemilik bangunan mau menjadikan bangunan tua tersebut menjadi apa, yang jelas, bentuknya tidak boleh sama sekali dirubah.
            Sampai di Mustafa, kami langsung masuk ke wilayah penjualan obat-obat kebugaran dan kosmetik. Sebelum masuk, seluruh barang bawaan kami diikat dengan Cable ties, tujuannya mungkin agar kami tidak bisa mencuri dagangan yang ada disana.  Toko kebugaran ini ternyata menyatu dengan toko kosmetik. Suasana di Mustafa malam itu cukup ramai, jalanan dalam gedung juga cukup sempit. Tidak ada barang yang kami beli di toko kosmetik, kamipun berjalan semakin masuk kedalam. Toko elektronik, toko DVD, toko spare part Hp semua kami lalui tanpa ada barang yang kami beli. Sesekali kami melihat ada barang yang unik, tapi setelah melihat harganya, kami urungkan niat kami. Ingat kami harus hemat-hemat belanja disini. Singkirkan keinginan dan penuhi kebutuhan.
            Kami pun naik kelantai atas menuju toko penjualan souvenir. Souvenir khas Singapore apalagi kalau bukan coklat. Waw  banyak sekali coklat disini, dari segala ukuran ada. Harganya pun terjangkau, mulai dari 5-15 USG. Uang kami ada 100 USG, jadi aku dan Helsapun gak pikir panjang, apa yang enak dipandang dan cocok, ambil dan masuk dalam keranjang. Perlu diingat, coklat-coklat disini sangat jarang sekali yang mencantumkan label Halal, jadi aku harus hati-hati dan teliti lagi dalam memilih coklat yang halal. Sebenarnya aku mencari gantungan kunci, tapi karena kulihat gantungan kunci yang dijual adalah gantungan kunci pasara, jadinya aku urungkan niat. Aku beruntung malam ini ditemani Helsa. Helsa banyak membantuku dalam memilih coklat yang enak. Saat Helsa sedang sibuk memilih coklat, mataku tertuju pada satu display gantungan kunci yang belum pernah aku lihat. Aku pun memutuskan untuk membeli beberapa gantungan kunci untuk orang-orang terdekatku. Harganya juga kurah hanya 1-2USG, bentuknya bagus dan tidak pasaran. Ternyata kesibukanku ini membuat aku dan Helsa terpisah, akupun mencari Helsa karena gak tau jalan pulang, jadinya aku berjalan dari satu ujung ke ujung lain. Untungnya ketemu lagi. Ternyata si Helsa juga mencariku. Hahahahaa..
            Di Mustafa kami juga sempat bertemu dengan bapak-bapak voluntir lain, ternyata banyak juga yang sepemikiran dengan kami ya. Keranjang kami sudah penuh, aku mengajak Helsa ke atas untuk melihat stand perabotan rumah tangga dan buku. Stand disini sepi dari pengunjung. Baru beberapa langkah masuk ke stand perabotan, aku kepikiran untuk menghitung total belanjaan kami. Kami pun segera menepi dan duduk dilantai untuk menghitung total belanjaan kami, kan gak lucu kalo sampai kasih ternyata uang kami kurang. Ternyata benar, total belanjaan kami berlebihan. Kami pun sibuk menyortir barang-barang yang bisa disortir hingga budget kami pas.
            Lelah juga belanja di Mustafa, usai membayar, kami segera menemui pak Yudi di lantai bawah. Pak Yudi sendiri membeli sparepart gadget. Setelah membayar semua keperluan dan meyakinkan diri masing-masing untuk tidak membeli apapun lagi, kami memutuskan untuk kembali ke hotel dan beristirahat. Kami pun kembali ke hotel dengan hati yang senang dan ringan.

Liburan Ala Kadarnya.
            Aku bangun pukul 06.00 waktu Singapore. Setelah selesai sholat shubuh, aku hanya baring-baring di kasur sambil menikmati wifi. Ini merupakan pagi yang damai, karena hari ini adalah hari terakhir stay di hotel ini, makanya aku ingin menikmati semua fasilitas yang ada. Pak Yudi sendiri masih tidur. Pukul 07.00 aku turun kelantai dua untuk menyantap sarapan. Sarapan terakhir di Singapore, di hotel berbintang. Lain kesempatan aku mungkin jarang bisa menikmati fasilitas seperti ini. Aku keluar kamar menggunakan sandal hotel, biar gaya. Di ruang makan, tampak pak Titus dan teman-temannya juga sedang sarapan, pakaian mereka sudah rapi, karena mereka mau check out pagi sekali dan naik ferry yang jam 14.00. Yasudah aku sarapan dengan damai dan menikmati setiap gigitan dari sarapan tersebut. Aku yakin aku akan kangen dengan makanan disini, terutama saus saladnya, enak banget. Usai sarapan aku putuskan untuk langsung menuju rooftop. Ingin lihat kondisi disana saat pagi. Sesampai disana, ada seorang tamu bule yang sedang berjemur di sisi kanan, aku pun mengambil sisi kiri untuk tidak mengganggu satu sama lain. Puas foto-foto dan feel of the air Singapore di pagi hari, aku kembali ke kamar. Pak Yudi masih tidur, aku memutuskan untuk mandi saja, karena jam sudah menunjukkan pukul 08.30 sedangkan kami harus check-out pukul 10.00.
            Pak Yudi bangun setelah aku selesai mandi, dan langsung menuju kamar mandi untuk bersiap-siap, akupun kembali ke atas kasur sambil menonton televisi ala-ala bos gitu. Jam 09.50-an aku dan Pak Yudi keluar kamar untuk melakukan check-out. Di Lobby sudah ada Pak Adit yang menunggu, sekarang kami tinggal menunggu Helsa. Pukul 10.00, Helsa belum keliatan, aku pun disuruh pak Yudi untuk melihat kondisi Helsa. Ternyata Helsa baru saja selesai mandi, ia terburu-buru karena waktu perjanjian yang berubah-ubah. Setelah semua ngumpul, kami langsung naik mobil dan menuju ke kantor GV untuk mengambil radio yang tertinggal. Perusahaanku kan mendapat tanggung jawab untuk masalah radio, maka sebelum balik ke Bintan kami harus mengembalikan radio yang disewa. Aku beruntung juga, karena bisa berkunjung ke kantor GV, kantor induk dari group company perusahaanku.

Di komplek perkantoran GV.

            Setelah segala urusan selesai, pak Adit mengajak kami untuk makan, ntah makan pagi atau makan siang, yang jelas waktu menunjukkan pukul 11.00. Pak Adit awalnya ingin makan bebek Singapore yang terkenal enak itu, tapi karena saran dari Mathew, akhirnya kami memutuskan untuk makan nasi ayam saja di toko yang terkenal di Singapore.
            Tokonya terdiri dari 2 ruko yang disatukan, tapi pengunjungnya ramai sekali. Kami saja harus makan di meja terluar dekat dengan etalase display makanan. Kami memesan nasi ayam putih dan ayam hitam, Masing-masing separuh, dan beberapa sayur. Rasanya enak juga untuk ukuran rasa Singapore. Bagiku yang terbiasa dengan bumbu-bumbu yang tajam rasa makanan agak hambar, tapi ya dinikmati saja.
            Selesai makan, kami mengantar pak Adit dulu ke pelabuhan Tanah Merah, Pak Adit akan kembali ke Bintan siang ini, sedangkan kami dijadwalkan akan pulang menggunakan last ferry. Jadi kami masih punya banyak waktu untuk keliling Singapore. Di Tanah Merah kami bertemu denga rombongan dari BMW, disini aku bertemu dengan Pak Ucok, PIC divisi kembang, aku belum pamitan dengan Pak Ucok ketika jamuan makan malam itu karena Pak Ucok masih sibuk. Pak Ucok ini baik banget orangnya, bener-bener leader yang baik. Pak Ucok ternyata ikut ferry yang jam 11 berbarengan dengan Pak Adit.
            Setelah mengantar pak Adit, kami pun langsung menuju Merlion, untuk foto-foto disana, cuaca disana panas sekali. Maklum tengah hari. Pengunjung juga tidak terlalu ramai jadi kami bisa menikmati pemandangan yang disuguhkan dengan santai. Begini toh Patung Singa itu. Akhirnya kesampaian juga aku kesini. Dari merlion kami berjalan kearah jembatan yang konstuksinya kayak DNA, kata Helsa disekitar sini ada penjual eskrim, karena cuaca panas makanya kami hendak beli eskrim, tapi saya tokonya udah gak ada, jadinya dari pada kecewa foto-foto dulu di Jembatan ini. Kami gak kuat dengan panasnya makanya kami memutuskan untuk masuk kedalam mall terdekat. Kami bejalan kaki cukup jauh juga, tapi karena ini adalah Singapore, tempat orang berjalan kaki, kami enjoy-enjoy saya jalan kaki. Sampai di mall kami window shopping dulu lah, ya setidaknya ngecek harga lah dari yang di Indonesia, harganya tidak jauh berbeda kok dengan yang ada di Indonesia.

Foto di depan Merlion juga akhirnya.

Double helix bridge

            Ketika perjalanan menuju mall tadi, kami mendapat kabar, bahwa mobil yang kami sewa tadi harus dikembalikan ke tokonya pada pukul 16.00, itu berarti kami tidak bisa melanjutkan perjalanan ini, makanya kamipun memutuskan untuk diantar ke pelabuhan Tanah Merah saja, menunggu disana sampai last ferry berangkat.
            Pukul 4 sore waktu Singapore, kami tiba di pelabuhan, kami mencoba untuk memajukan waktu keberangkatan kami, Tiket punyaku bisa dimajukan tanpa ada masalah, sedang tiket punya Helsa dan Pak Yudi ada masalah karena terjadi double book atas nama mereka berdua. Walaupun begitu, mereka masih bisa mengikuti ferry sore.
            Begitulah perjalananku di Singapore, apakah ini liburan atau kerjaan silahkan kalian tafsirkan sendiri, yang jelas ini adalah salah satu rejeki yang Allah kasih, ke Singapore dengan fasilitas wow secara gratis walaupun ada waktu yang dikorbankan. Semoga aku bisa jalan-jalan lagi ke Singapore ataupun tempat lain di dunia ini. Sungguh rejeki itu terkadang datang dari tempat dan waktu yang tidak kita duga-duga.

Comments

Popular posts from this blog

Mari Mengenal Tanaman hias : Ruellia malacosperma, si Kencana ungu yang bisa hidup di mana aja. Kok bisa??

Mari Mengenal Tanaman hias : Turnera ulmifolia atau lebih akrab disebut kembang pukul 8. Looh, kok bisa?

REUNI DI SINGAPORE